Problem Ukuran Kaki Tak Lazim Memicu Ide Bisnis
eunikan ukuran tubuh manusia adalah fakta. Setiap individu memiliki dimensi tubuh yang berbeda. Namun, banyak bisnis menerapkan standarisasi dengan mengelompokkan ukuran menjadi lebih terbatas. Mulai dari skala ukuran pakaian seperti XS, S, M, XL, XXL, dan seterusnya. Ukuran celana yang dimulai dari 24, 25, 26, dan lain sebagainya. Serta ukuran sepatu seperti 40, 41, 42, 43, dan seterusnya. Hal ini menimbulkan keresahan bagi seorang pria kelahiran 18 Juli 1988 bernama Yukka Harlanda. Yukka memiliki ukuran kaki 45 atau 46, sebuah ukuran yang relatif jarang dijumpai pada populasi Indonesia. Ia mengalami kesulitan signifikan dalam menemukan alas kaki yang pas, terutama sepatu. Kalaupun ukuran 45 dan 46 tersedia, seringkali modelnya tidak sesuai dengan seleranya. Biaya yang harus dikeluarkan Yukka pun lebih besar dibandingkan orang lain, mencapai sekitar Rp2 juta untuk sepasang sepatu. Hal ini disebabkan ia harus membeli sepatu produksi luar negeri atau barang impor. Dari sinilah ide bisnis Yukka bernama Brodo bermula.
Mencari Solusi di Cibaduyut dan Menemukan Mitra Pengrajin
Yukka, yang pada tahun 2010 masih berstatus mahasiswa Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung, kala itu gigih mencari sepatu impian dengan harga terjangkau. Akhirnya, ia mendapat saran dari sahabat karibnya, Putera, untuk mengunjungi daerah Cibaduyut, sentra produksi sepatu di Bandung. Yukka pun bertolak ke Cibaduyut, namun sayangnya, ia banyak menerima penolakan karena hanya ingin membeli sepasang sepatu untuk dirinya sendiri. Namun, keberuntungan datang ketika seorang pengrajin sepatu bernama Syaiful bersedia menerima pesanan Yukka. Kepada pengrajin inilah Yukka menyerahkan konsep sepatu rancangannya sendiri, terinspirasi dari model di internet yang kemudian dimodifikasi sesuai gayanya dan berhasil dikerjakan oleh pengrajin tersebut. Yukka pun terkejut dengan kualitas sepatu yang dihasilkan, karena kualitasnya bagus, bahannya premium, namun harganya cukup bersaing, hanya berkisar Rp300-500 ribu saja.
Peluang Bisnis Tercium dari Pujian Teman Kampus
Setelah mendapatkan sepatu pesanannya, Yukka berkeliling kampus dengan sepatu barunya. Teman-temannya langsung bertanya di mana Yukka membeli sepatu keren tersebut. Dengan pemikirannya yang tajam, Yukka menyadari bahwa ini adalah peluang baginya untuk memulai usaha dan menjadi seorang wirausaha. Titik inilah yang mendorong Yukka untuk mencari keuntungan di usia muda.
Kolaborasi dengan Sahabat dan Modal Awal Tujuh Juta Rupiah
Bersama dengan teman dekatnya, Putera Dwi Karunia, yang merupakan teman satu jurusan di universitas, Yukka memulai bisnis tersebut. Dengan modal seadanya, mereka berdua mengumpulkan uang sebesar Rp7 juta, yang mana Rp3,5 juta berasal dari tabungan Yukka dan Rp3,5 juta lagi dari Putera. Modal inilah yang menjadi fondasi awal bisnis Brodo pada tahun 2010.
Penjualan Perdana yang Laris Manis dan Lahirnya Nama “Brodo”
Modal tersebut digunakan untuk membeli 40 pasang sepatu kulit semi bot model Signore di Cibaduyut. Saat itu, mereka belum memberikan nama pada bisnisnya. Mereka menjual sepasang sepatu tersebut dengan harga Rp375 ribu per pasang dan secara tak terduga laku keras di kalangan mahasiswa. Setelah penjualan yang sukses, kedua sahabat ini berdiskusi untuk mencari nama. Karena keduanya gemar membaca komik, muncul nama Brodo yang berarti kaldu ayam dalam bahasa Jepang. Selain itu, nama Brodo juga mengandung kata “Bro” yang merepresentasikan bahwa produk mereka adalah sepatu untuk pria. Nama Brodo pun dipatenkan sebagai merek dagang mereka berdua.
Memanfaatkan Platform Digital di Awal Pemasaran
Awalnya, sepatu buatan mereka dipasarkan melalui forum digital seperti Forum Jual Beli Kaskus dan Halaman Facebook. Semua detail produk dijelaskan di kedua platform digital tersebut. Jika ada calon pembeli yang tertarik dan setuju, transaksi dilanjutkan melalui Blackberry Messenger yang populer pada masa itu. Seiring berjalannya waktu, bisnis yang awalnya hanya hobi untuk menambah uang saku ini semakin menarik karena adanya potensi besar. Salah satu peluang terbesarnya adalah pertumbuhan pesat pelanggan digital di Indonesia dan kecintaan masyarakat Indonesia terhadap produk lokal, sehingga banyak yang bangga memakai produk dalam negeri.
Serius Mengembangkan Bisnis dan Menghadapi Tantangan Awal
Pada tahun 2012, Yukka dan Putera semakin serius membangun bisnis tersebut dengan mendirikan perusahaan terbatas bernama PT Brodo Ganesha. Mulai tahun 2012, mereka telah memproduksi lebih dari 5.000 pasang sepatu. Keputusan ini membawa mereka belajar tentang seluk-beluk membangun usaha, mulai dari mengembangkan outlet yang didanai pinjaman bank. Namun, mereka pernah mengalami kesulitan membayar cicilan bank bahkan menunggak gaji karyawan. Namun, seperti pepatah “usaha tidak mengkhianati hasil,” Brodo meraih kesuksesan pada tahun 2013 dengan penjualan lebih dari 6.000 pasang. Omzet mereka pun meningkat hingga Rp300 juta per bulan. Yukka dan Putera bisa dikatakan sukses di usia muda. Belum genap 30 tahun, mereka telah berhasil menciptakan lapangan kerja bagi 138 orang. Hingga kini, Brodo terus berkembang di bawah kepemimpinan Yukka dan Putera. Saat ini, Brodo memiliki 10 toko cabang yang tersebar di beberapa kota di Indonesia, yaitu Tangerang, Jakarta, Depok, Bandung, Makassar, Bekasi, Surabaya, Bogor, dan Yogyakarta.
Diversifikasi Produk dan Strategi Pemasaran Digital
Kini, Brodo menawarkan berbagai jenis sepatu, mulai dari sepatu formal, semi formal, hingga sepatu olahraga. Harga sepatu Brodo juga bervariasi, mulai dari Rp200 ribuan hingga Rp600 ribuan. Untuk pemesanan, Brodo kini memiliki berbagai saluran, mulai dari situs web resmi mereka di Bro.do hingga berbagai marketplace digital seperti Tokopedia, Blibli, Lazada, dan Shopee. Dalam mengelola promosi, Brodo aktif menggunakan pemasaran digital melalui media sosial Instagram. Akun Instagram Brodo kini memiliki hampir 900 ribu pengikut.
Pelajaran Berharga dari Perjalanan Brodo
Brodo mengisahkan perjalanan sebuah usaha yang merintis dari skala UKM hingga menjadi perusahaan besar yang mampu memproduksi ribuan sepatu. Memulai bisnis bisa berawal dari mana saja, termasuk dari kesulitan mencari ukuran sepatu yang kemudian menjadi ide bisnis sepatu. Brodo juga mengajarkan pentingnya digitalisasi dalam pemasaran produk, karena belanja online semakin diminati masyarakat luas. Optimalisasi media sosial sebagai wadah pemasaran, mulai dari konten hingga pengumuman promosi, sangat penting. Akses pembiayaan dapat ditempuh dengan menjadikan usaha bankable sehingga bisa mendapatkan pinjaman dari bank. Namun, di balik kesuksesan selalu ada tantangan, terutama masalah keuangan. Putus asa adalah hal yang tabu dalam bisnis; perjuangan dan langkah maju harus terus dilakukan untuk menjadi lebih besar. Kerja sama yang baik antar pemilik modal sangat penting dalam membangun usaha bersama. Tanpa komitmen, usaha bisa bubar kapan saja karena ego. Brodo juga membuktikan bahwa produk lokal tidak kalah dengan produk impor. Hanya dibutuhkan sentuhan dan pemasaran yang menarik untuk memenangkan hati pelanggan Indonesia.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.
Referensi:
- https://lifepal.co.id/media/kisah-sepatu-brodo-yang-digandrungi-para-lelaki/
- https://dailysocial.id/post/strategi-digital-brodo
- https://kumparan.com/kumparanbisnis/sepatu-brodo-lahir-dari-modal-nekat-dua-lulusan-teknik-sipil-itb-27431110790546207/full